Pilis: Warisan Leluhur yang Tak Lekang Waktu dalam Perawatan Ibu Pasca Melahirkan
LOMBOKita – Pada zaman modern ini, terdapat banyak sekali macam jenis pengobatan di dunia medis, namun tak lupa juga pengobatan tradisional masih banyak eksis dan dilakukan karena memiliki kekayaan perawatan khusus, termasuk dalam mendukung pemulihan ibu setelah melahirkan atau masa nifas. Periode nifas adalah masa 6 minggu sejak bayi dilahirkan sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal.
Obat tradisional dapat membantu ibu yang sedang nifas untuk memperbaiki organ-organ reproduksi yang mengalami perubahan semasa hamil dan melahirkan agar kembali pulih seperti sebelum hamil, obat tradisional yang digunakan pasca melahirkan ada yang diminum dan ada juga yang digunakan sebagai obat luar (dioleskan) (Sinaga, E.B (2022)).
Salah satu bentuk perawatan tradisional yang masih bertahan dan banyak dilakukan oleh para ibu indonesia hingga saat ini adalah penggunaan pilis atau sebuah ramuan tradisional yang di oleskan pada dahi ibu yang baru melahirkan. Meski di tengah banyaknya teknologi medis modern, pilis tetap memiliki tempat istimewa di hati para ibu ibu indonesia sebagai simbol perawatan dan penyembuhan alami.
Apa Itu Pilis dan Bagaimana Cara Penggunaannya?
Pilis adalah ramuan tradisional atau jamu yang dijadikan salah satu perawatan bayi dan ibu yang baru melahirkan. Cara pakainya sangat mudah yakni dengan dijadikan sebagai kompres di dahi, biasanya penggunaan pilis juga dibarengi dengan penggunaan jamu minum dan obat tradisional lainnya.
Para orang tua percaya bahwa ramuan pilis ini dapat membantu meringankan pusing, menghilangkan rasa lelah, dan memberikan efek menenangkan pada tubuh yang baru saja menjalani proses persalinan, dengan bahan bahan alami yang digunakan menimbulkan rasa hangat yang dapat meningkatkan rasa nyaman di bagian kepala.
Berdasarkan buku Jamu Pusaka Penjaga Kesehatan Bangsa Asli Indonesia karya dari Murdijati Gardijto, dkk (2018), ramuan pilis ini terbuat dari jintan hitam, jintan putih, kemukus, cengkeh, pala, saparantu, bawang putih, kencur, kunyit, daun turi, serta asam muda yang nantinya di campur dengan air hangat dan dioleskan di dahi ibu setelah mandi.
Sejarah dan Peran Pilis dalam Perawatan Pasca Melahirkan
Penggunaan pilis ini sudah ada sejak lama, diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi, Dalam budaya Jawa, Sunda, dan beberapa daerah lainnya, perawatan ibu setelah melahirkan tidak hanya berfokus pada fisik, namun kesehatan dan keseimbangan mental dan spiritual juga harus di jaga. Penggunaan pilis ini konon dipercaya memiliki energi dan khasiat yang mampu menyeimbangkan kondisi tubuh setelah kehamilan dan persalinan yang menguras tenaga.
Pada masa dahulu, masyarakat belum memiliki akses pada fasilitas medis yang modern atau obat obat an kimia, sehingga pengobatan tradional menjadi salah satu solusi utama, dengan mencampurkan bahan bahan herbal yang tersedia gratis di alam, tentu ini menjadi suatu upaya keluarga pada masa itu dalam mendukung proses pemulihan ibu dengan bahan alami. Pilis dipercaya dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan yang dianggap penting agar ibu dapat memulihkan dirinya secara optimal.
Eksistensi Pilis ditengah Perkembangan Pengobatan Modern
Meskipun banyaknya teknologi medis yang memungkinkan ibu mendapatkan perawatan yang lebih terukur dan terkontrol secara ilmiah, pilis tetap menjadi pilihan sebagian ibu yang menginginkan pendekatan alami dalam masa pemulihan. Tidak sedikit yang pecaya bahwa pilis memberikan efek psikologis positif, seperti perasaan tentram dan perawatan yang lebih personal. Bahkan banyak artis Indonesia yang menggunakan pilis sebagai salah satu perawatan pasca bersalin padahal mereka bisa saja mendapat perawatan modern dan mahal diluar negeri untuk pemulihan setelah melahirkan.
Hal ini yang membuat pilis bertahan, meskipun Sebagian orang merasa penggunaan pilis terkesan ribet dan tidak fashionable karena harus ditempelkan di dahi, lalu warnanya yang mencolok dan wangi khasnya membuat sebagian orang merasa tidak percaya diri menggunakannya (Sinaga, E.B (2022)), selain itu cara pembuatannya juga dapat dikatakan tidak mudah.
Namun sekarang tidak perlu khawatir atau merasa malas, jika ingin merasakan penggunaan pilis, karena tanpa ribet membuat atau meramunya di rumah, kini perusahaan perusahaan sudah banyak berinovasi dalam membuat jamu pilis ini dalam bentuk kemasan siap pakai berbentuk pil yang tinggal dilarutkan dan dapat langsung digunakan tanpa harus menumbuk bahan bahan secara manual seperti dulu, produk pilis banyak tersedia di toko toko obat, apotek atau bahkan dapat ditemukan di online shop, bahkan biasanya sudah tersusun di dalam box bersama obat obat tradisional lainnya seperti jamu bersalin, tapel wangi, pilis, param mustajab, param beras kencur, bedak dingin, dan minyak telon, tentunya produk jamu ini sudah memiliki izin edar BPOM.
Teori Sosiologi
Penggunaan pilis sebagai perawatan untuk ibu pasca melahirkan bukan hanya karena khasiat medisnya, tetapi juga karena adanya nilai social dan budaya yang telah menjadi bagian dari kepercayaan dan perawatan tradisional yang sudah dilakukan turun temurun dari generasi ke generasi sejak dulu.
Pilis sudah menjadi symbol dari perawatan yang baik bagi ibu nifas, sehingga keberadaannya seperti sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari proses melahirkan dan nifas para ibu di Indonesia. Nilai-nilai dan praktik mengenai penggunaan pilis sudah diajarkan dan diyakini sejak dulu melalui proses sosialisasi dari generasi ke generasi. Ibu-ibu yang baru melahirkan akan cenderung mengikuti tradisi yang telah ada, termasuk penggunaan pilis, karena mereka percaya bahwa ini adalah cara yang benar untuk merawat diri setelah melahirkan.
Penggunaan pilis dalam perawatan ibu nifas merupakan contoh nyata dari konstruksi social, menurut pemikiran Peter L Berger kontruksi social berlandaskan pandangan bahwa realitas sosial bukanlah sesuatu yang statis, melainkan hasil dari interaksi dan penciptaan bersama oleh individu dalam masyarakat. Individu, sebagai aktor sosial, secara aktif terlibat dalam membentuk makna dan aturan yang mengatur kehidupan bersama. Kebebasan individu dalam berinteraksi dan berkreasi inilah yang menjadi dasar terbentuknya tatanan sosial yang dinamis dan terus berkembang.
Melalui proses eksternalisasi, masyarakat menciptakan dan mempertahankan praktik ini sebagai bagian dari tata cara perawatan tradisional. Objektivasi menjadikan pilis sebagai sesuatu yang dianggap efektif dan perlu dilakukan. Internalisasi memastikan bahwa praktik ini terus berlanjut dari generasi ke generasi. Dengan demikian, pilis tidak hanya sekadar ramuan herbal, tetapi juga simbol identitas budaya, dan bagian dari tatanan sosial yang lebih luas.
Kesimpulan
Dengan berbagai manfaat dan khasiat positif dari pilis ini, membuatnya tetap memiliki tempat khusus di hati ibu ibu Indonesia, terlebih dengan banyaknya inovasi dengan pilis yang kini hadir lebih praktis dalam bentuk kemasan, dan juga telah banyak dijual dan dapat ditemui di apotek maupun platform online shop, memungkinkan ibu mendapatkan manfaatnya tanpa perlu ribet ribet meracik sendiri.
Eksistensi pilis ini mencerminkan upaya pelestarian kearifan lokal dalam mendukung kesehatan ibu pasca melahirkan dengan cara yang lebih praktis dan tetap penuh makna. /**
Ditulis oleh:
Vaniza Ayuni Robbina
Mahasiswa Unram
Prodi Sosiologi