TGB dan Mitologi Demokrasi

Ketua Umum Dewan Tanfiziyah PB NW Pancor, TGB Dr. KH. Muhammad Zainul Majdi, MA

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) menjadwalkan tahapan pendaftaran pasangan calon Presiden/calon Wakil Presiden (capres/cawapres) RI 2019-2024 oleh partai politik (parpol) pada bulan Agustus 2018. Dalam hitungan bulan, kita sudah bisa mengetahui, siapa capres/cawapres di negara berpenduduk lebih dari dua ratusan juta ini.

Seperti yang kita pahami bersama, untuk bisa mengusung capres/cawapres, parpol dihadapkan pada aturan presidential threshold (PT). Aturan ini mewajibkan parpol harus mengantongi sedikitnya 20 persen perolehan suara pada Pemilu 2014. Dengan demikian, sangat dipastikan tidak ada satupun parpol yang dapat mengusung pasangan capres/cawapres tanpa berkoalisi (gabungan parpol).

Saat tulisan ini dibuat, parpol-parpol yang sudah nyata-nyata akan berkoalisi mengusung Jokowi untuk dicalonkan lagi menjadi Presiden RI adalah PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura. Dalam konteks ini, Jokowi relatif aman.

Dalam forum Rakornas/Rapimnas, Gerindra secara resmi dan final memandatkan kepada Prabowo Subianto untuk maju menjadi capres 2019-2024. Berbeda dengan Jokowi, Prabowo Subianto masih membutuhkan teman koalisi untuk menggenapkan syarat yang diperintahkan PT.

Kini publik menunggu sikap politik PKS, PAN, PKB, PBB, PPP, dan Demokrat.

Siapa akan berpasangan dengan siapa dan partai mana akan berkoalisi dengan partai mana di Pilpres 2019, masih sulit dipastikan. Bagi kita yang awam dengan komunikasi politik tingkat elite, sulit menebak bagaimana skenario politik ke depan. Bisa sangat mungkin tetap sesuai konstruksi wacana yang dibangun hari-hari ini. Tapi bisa juga berubah di luar prediksi saat ini. Yah itulah politik, yang sering disebut sebagai seni kemungkinan? Termasuk dimungkinkannya terbentuk poros ketiga.

Namun yang pasti, mengutip Masykuri Abdillah (2011), dalam pembangunan sebuah sistem demokrasi, komitmen masyarakat politik (political society) terhadap sistem dan proses demokratisasi sangat menentukan. Yang dimaksud masyarakat politik disini adalah mereka yang aktif dalam partai-partai politik yang concerned terhadap pengendalian atau perolehan kekuasaan pemerintahan serta persaingan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat dan mempengaruhi pembuatan kebijakan publik (public policy).

Ada banyak cara bagi masyarakat politik untuk mengetahui aspirasi dan keinginan publik. Di era revolusi teknologi informasi saat ini, suara publik itu sebagian terekam melalui media massa, dan sangat massif di media sosial. Pola konvensional seperti turun langsung face to face dengan masyarakat bisa tetap pula dikakukan. Modernisasi politik hari ini juga menjadikan survei sebagai sarana untuk menangkap potret aspirasi dan keinginan publik.

Sebagai aktivitas ilmiah yang dilandasi ilmu pengetahuan, survei adalah ikhtiar untuk menembus rahasia persepsi publik yang terpendam. Apa yang ada dibenak publik diterka dan dibaca. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, persepsi dan aspirasi publik yang diperoleh melalui survei tak bisa diabaikan. Sebab persepsi dan aspirasi publik harus turut menentukan keputusan politik ke depan. Kecuali jika masyarakat politik kita kedap dari suara publik.

Dalam konteks capres/cawapres 2019-2024, beberapa hasil survei menggambarkan, figur Jokowi dan Prabowo Subianto masih berada di urutan pertama dan kedua dalam hal popularitas dan elektabilitas. Di luar nama keduanya, ada Muhaimin Iskandar, Romahurmuzy, Zulkifli Hasan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), HM Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), Anies Baswedan, Mahfud MD, Gatot Nurmantyo dan masih ada beberapa nama lainnya.

Sebagai warga NTB, munculnya nama Dr. HM. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) dalam bursa capres/cawapres kali ini, tentu sangat membanggakan. Sebuah survei menyebutkan, TGB masuk dalam kategori top of mind publik nasional untuk figur capres/cawapres. Tidak hanya populer, trend elektabilitas TGB juga terus mengalami peningkatan signifikan.

Kemunculan TGB dalam bursa capres/cawapres itu, menjadi kesempatan bagi masyarakat di daerah ini untuk turut memaksimalkan momentum yang tersedia. Bagaimanapun, ini adalah kesempatan bagi warga NTB untuk menunjukkan pada publik secara nasional, bahwa daerah ini menyimpan “mutiara terpendam”. TGB adalah mutiara daerah ini, sekaligus aset berharga negeri ini. Wallahu’alam Bishawab. *

Penulis adalah Oleh : M Zakiy Mubarok
Anggota Dewan Pembina Lembaga Riset Sosial, Politik, dan Agama (LARISPA NUSANTARA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini