Suplier Proyek Jalan Baypas BIL-Mandalika Mengadu ke Dewan
LOMBOKita – Belasan suplier megaproyek jalan Bypass BIL – Mandalika di Lombok Tengah melakukan hearing ke DPRD setempat, Rabu (3/3/2021).
Mereka mengadukan tunggakan pembayaran pekerjaan yang dibelum dibayar oleh perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
Kedatangan para suplier ini, diterima oleh sejumlah anggota dewan antara lain, Lalu Sunting Mentas dan Andi Mardan didampingi sejumlah pejabat dan staf dari Sekretariat DPRD setempat.
Salah seorang suplier Lalu Reza menyampaikan, belasan suplier material galian C untuk proyek jalan 8 jalur itu hingga saat ini belum mendapatkan bayaran. Mestinya pembayaran sudah harus dilakukan oleh pihak perusahaan pemenang tender proyek tersebut yakni PT. Nindia Karya.
“Kami sudah berkali-kali mengadukan masalah ini dan pernah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak PT.Nindia Karya, namun malah menyebutkan kalau yang bertanggungjawab adalah persusahaan lain,”ungkapnya.
Sementara yang pihaknya ketahui, lanjut Lalu Reza, PT. Nindia Karya selaku perusahaan utama pemenang tender dari jalan sepanjang sekitar 17 kilometer tersebut.
“Belakangan disebut kalau yang bertanggung jawab atas tunggakan pembaayaran kami adalah sebuah perusahaan bernama PT. Dwi Jaya Persada. Kemudian mereka saling lempar tanggung jawab,”ujar Lalu Reza.
Untuk itulah pihaknya pada kesempatan tersebut melakukan hearing ke DPRD untuk menghadirkan pihak perusahaan terkait agar tidak ada terjadi saling lempar tanggung jawab diantara perusahaan tersebut.
“Kami harus mendapat kepastian mengenai kapan dan bagaimana kami segera dibayar atas tunggakan tersebut yang nilanya tak seberapa bagi perusahaan besar seperti Nindia Karya, hanya Rp184 juta,” tandas Reza.
Menanggapi hal tersebut, pihak PT. Nindia Karya melalui Bagian Humasnya, Rijal yang juga hadir dalam hearing tersebut menjelaskan tentang hubungan kerja antara PT.Nindia Karya dengan PT.Dwi Jaya Persada.
Dimana dalam memudahkan pengerjaan mega proyek tersebut lanjut Rijal, PT.Nindia Karya membentuk sebuah unit kerja yang disebut Unit Pengembangan Produksi (UPP) yang dikepalai oleh seseorang bernama Supryanto.
UPP inilah yang bertindak atas nama PT. Dwi Jaya Persada ini melakukan seleksi dan memilih bekerjasama dengan PT. Dwi Jaya Persada untuk memenuhi kebutuhan galian C mega proyek tahap I (pertama) tersebut.
“Jadi PT. Dwi Jaya Persada inilah yang mengendalikan dan bertanggungjawab untuk mengendalikan suplier ini,” jelasnya.
Namun belakangan ungkap Rijal, PT. Dwi Jaya Persada ini mulai bermasalah dengan pengelolaan keuanganya. Hal ini dilihat dari begitu banyaknya tunggakan-tunggakan yang dialaminya, salah satunya tunggakan pembayaran ke belasan suplier tersebut.
“Atas fakta tersebut, sebagai bentuk tanggung jawab moral kami atas apa yang terjadi dan agar para suplier bisa dibayar tuntas, maka saya pertaruhkan jabatan saya di perusahaan agar Dwi Jaya Persada ini diberi pinjaman uang sebesar Rp. 500 Juta lebih, namun nyatanya tunggakanya tidak dibayar juga,”papar Rijal.
“Kenapa perusahaan Dwi Jaya Persada ini yang dipilih, nanti Kepala UPP yang menjelaskan hal itu dan termasuk bagaimana penjelasan soal tanggung jawab masalah ini,”imbuh Rijal selaku Humas PT.Nindia Karya.
Adapun Kepala UPP PT. Nindia Karya, Supryanto mengungkapkan, saat ini Direktur PT. Dwi Jaya Persada entah pergi kemana. Nomor kontaknya saat dihubungi tidak aktif, dicari ke tempatnya tidak ada dan hingga saat ini tidak diketahui keberadaanya.
“Kita telah memutus kontrak dengan dengan PT.Dwi Jaya Persada ini sejak 21 Februari lalu. Sekarang soal suplai galian C ini langsung kami ambil alih. Dan sebagai bentuk tanggung jawab moral kami adalah dengan memberikan pinjaman uang tadi ke PT. Dwi Jaya Persada itu, dengan harapan semua tunggakan diselesaikan,”terangnya.
Setelah mendengar berbagai penjelasan dari kedua belah pihak yang saat ini bermasalah, Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah, Lalu Sunting Mentas yang memimpin hearing tersebut menduga ada konspirasi dari masalah tersebut.
Lalu Sunting Mentas menjelaskan, sejumlah kejanggalan dari bagaimana perusahaan PT. Dwi Jaya Persada tersebut bisa dijadikan mitra dalam pengerjaan proyek tersebut oleh PT. Nindia Karya.
Terlihat kalau pihak PT. Nindia Karya seperti tidak secara selektif dalam memilih perusahaan sebagai mitra kerja. Sehingga mendapatkan mitra kerja yang dianggap tidak layak.
“Sudah mengetahui kalau perusahaan ini (PT.Dwi Jaya Persada-red) bermasalah dalam hal pengelolaan keuangan, namun kenapa tetap dijadikan mitra. Begitu juga saat Direkturnya kabur entah kemana, bapak-bapak dari PT.Nindia Karya ini tidak melakukan apa-apa kan? Malah diam saja, mestinya dilaporkan ke polisi, ini malah dikasi pinjaman. Ini kan aneh,”ungkap Lalu Sunting Mentas.
Mestinya lanjut Lalu Sunting Mentas, pihak PT. Nindia Karya tidak memberikan pinjaman uang ke PT. Dwi Jaya Persada karena telah terbukti tidak bisa mengelola keuangan dengan baik, itu terbukti dari adanya berbagai tunggakan yang hingga saat ini belum diselesaikan. Dan yang dilakukan langsung mengambil alih atau memutuskan kontrak walau kontrak belum selesai.
“Sekarang yang jelas, PT. Nindia Karya-lah yang bertanggung jawab. Tidak bisa dilepas ke perusahaan lain. Karena PT. Nindia Karya-lah yang membawa PT. Dwi Jaya Persada itu. Dan itu adalah masalah intern Nindia Karya. Sekarang yang harus dipastikan solusi penyelesaian masalah ini,”tegas Lalu Sunting Mentas.
Maka disepakati oleh semua pihak, bahwa kepastian bagaimana penyelesaian pembayaran tunggakan tersebut pada Senin, 5 Februari 2021.
Tinggalkan Balasan