Musim Hujan Tak Selamanya Hujan, Tetap Waspada!
LOMBOKita – Musim kemarau di Indonesia sudah mulai berada pada kondisi akhir dan akan beralih menuju musim hujan. Hal yang sama juga terjadi di wilayah NTB.
Berdasarkan Press Release Prakiraan Musim Hujan Tahun 2022/2023 yang dilaksanakan oleh Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat pada bulan September yang lalu bahwa awal musim hujan di wilayah NTB dimulai pada bulan Oktober 2022 dan paling akhir terjadi pada bulan Desember 2022. Sejalan dengan prakiraan musim hujan tersebut, memang benar bahwa bulan Oktober kemarin frekuensi dan intentisas curah hujan meningkat hampir diseluruh wilayah NTB khususnya terjadi pada periode dasarian I hingga dasarian II Oktober.
Hasil monitoring musim juga menunjukkan banyak titik-titik pos hujan yang telah mengindikasikan masuknya musim hujan. Hal ini karena dua dasarian awal bulan Oktober curah hujan yang tercatat maisng-masing merekam curah hujan lebih dari 50 mm. Tetapi memasuki dasarian III Oktober terutama di beberapa hari di akhir bulan Oktober curah hujan seakan menghilang. Hal ini cukup membingungkan masyarakat apakah musim hujan sudah masuk di wilayah NTB? Jikalau sudah masuk mengapa hujan tiba-tiba menghilang?
Monitoring Musim Hujan dan Curah Hujan Lebat
Menjawab berbagai kebimbangan dan kebingungan masyarakat akan masuknya musim hujan di wilayah NTB, bahwa BMKG khususnya Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat setiap sepuluh hari atau per dasarian melakukan monitoring musim hujan berdasarkan data akumulatif curah hujan di berbagai pos hujan yang tersebar di wilayah NTB.
Hasil monitoring ter-update bahwa beberapa wilayah di NTB sudah masuk musim hujan terutama wilayah sebagian Lombok Barat seperti wilayah Kediri, Lembar, Narmada, Banyu Urip, sebagian Lombok Tengah seperti wilayah Batukliang, Mantang, Kopang, Janapria, serta sebagian kecil Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima. Catatan curah hujan di wilayah-wilayah tersebut pada dasarian I hingga dasarian III Oktober sudah lebih dari 50 mm/dasarian sehingga dapat disimpulkan beberapa wilayah tersebut sudah memasuki musim hujan 2022/2023.
Masuknya musim baik musim hujan maupun musim kemarau di wilayah Indonesia khususnya di wilayah NTB memang tidaklah seragam. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah angin monsoon serta kondisi geografis wilayah. Ketika monsoon Asia atau angin baratan yang membawa uap air sebagai bahan baku pembentukan awan-awan hujan masuk ke wilayah NTB, umumnya yang akan bertemu terlebih dahulu dengan angin tersebut adalah wilayah-wilayah di bagian utara NTB sedangkan bagian selatan NTB umumnya akan lebih lama sehingga wajar musim hujannya masuk lebih lambat.
Walaupun beberapa wilayah belum memasuki musim hujan, tetapi berdasarkan analisis distribusi dan sifah hujan yang terjadi selama tiga dasarian terakhir, bulan Oktober 2022 termasuk bulan terbasah yang pernah terjadi jika dibandingkan bulan-bulan Oktober pada tahun-tahun sebelumnya. Sifat hujan yang terjadi pada dasarian I hingga dasarian III Oktober menunjukkan kondisi atas normal dengan prosentase lebih dari 151% atas normal (lebih basah) dibandingkan klimatologisnya atau rata-ratanya.
Selain itu kejadian curah hujan lebat hingga curah hujan ekstrim juga cukup banyak khususnya pada dasarian I Oktober dengan 55 kejadian dan pada dasarian II dengan 50 kejadian, sedangkan pada dasarian III jumlahnya berkurang cukup signifikan kurang dari 25 kejadian. Hal ini disebabkan berkurangnya intensitas dan frekuensi hujan pada akhir bulan Oktober 2022.
Mendung Tak Berarti Hujan
Sebenarnya apa yang menyebabkan kurangnya intensitas curah hujan di akhir bulan Oktober ini? Ternyata yang menjadi penyebabnya adalah munculnya Siklon Tropis Nalgae di Belahan Bumi Utara (BBU) tepatnya disekitar Filipina. Mengapa siklon tropis yang letaknya cukup jauh dari wilayah NTB dapat mempengaruhi curah hujan di NTB? Jika berbicara cuaca dan iklim memang cukup unik.
Fenomena cuaca dan iklim tidak dipengaruhi oleh batas administrasi juga geografis suatu wilayah. Kondisi atmosfer di belahan bumi lain akan sangat berpengaruh terhadap belahan bumi lainnya.
Siklon tropis Nalgea yang terjadi di Laut China Selatan memang secara langsung akan berdampak pada wilayah disekitarnya yaitu negara Filipina. Walaupun demikian secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap keseimbangan dinamika atmosfer di wilayah lainnya. Bulan Oktober yang lalu, pergerakan angin monsoon Asia sudah mulai aktif masuk ke wilayah Indonesia. Sehingga peningkatan curah hujan dapat kita rasakan. Adanya siklon tropis Nalgea menyebabkan adanya wilayah tekanan rendah di BBU yang menyebabkan terganggunya angin monsoon Asia.
Angin monsoon tersebut akan mengalami perlambatan bahkan akan tertarik ke wilayah tekanan rendah tersebut, sehingga pasokan uap air dari angin monsoon Asia untuk Indonesia juga akan terganggu.
Sebenarnya tidak semua wilayah Indonesia mengalami penurunan intensitas dan frekuensi curah hujan. Potensi curah hujan cukup meningkat untuk wilayah utara Indonesia yang memang cukup dekat dengan lokasi siklon Nalgae seperti wilayah Sumatera dan Kalimantan bagian Utara. Sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian selatan melemahnya angin monsoon Asia menyebabkan adanya interfensi angin dari Australia, sehingga wilayah selatan Indonesia khususnya NTB akan merasakan adalah berkurangnya curah hujan.
Tetap Waspada
Berkurangnya curah hujan adalam beberapa hari belakangan ini jangan membuat masyarakat serta pemerintah daerah lengah akan mitigasi terhadap bencana hidrometerologis. Umumnya dampak siklon tropis baik itu peningkatan atau penurunan curah hujan hanya terjadi dalam beberapa hari saja, umumnya tiga sampai tujuh hari.
Sehingga masyarakat dan pemerintah daerah diharapkan tetap waspada adanya potensi bencana hidrometeorologis seperti hujan lebat, angin kencang, puting beliung, hujan es dan banjir. Selain itu, masyarakat diharapkan tetap pantau info BMKG setempat guna mengantisipasi bencana dan dalam perencanaan kegiatan di berbagai sektor.
Tinggalkan Balasan