Tokoh Penujak: “ZAMIA Cara Menghormati Kepahlawanan Ulama”
LOMBOKita – Polemik dan kontroversi perubahan nama Bandara Internasional Lombok ( BIL) menjadi ZAMIA (Zainuddin Abdul Madjid International Airport) sangat kontraproduktif jika terjadi pembiaran yang berlarut – larut tanpa titik temu .
Tentu ini akan merugikan citra baik masyarakat gumi pair Lombok yang terkesan tidak kompak dan bersatu. Padahal sebagai pulau pulau seribu masjid, masyarakat harusnya bangga salah satu tokoh pahlawan nasionalnya diabadikan namanya dalam prasasti Bandara Internasional ZAM.
Konfrontasi wacana dan aksi pro-kontra, jika tidak ada penyelesaian secara holistik dan kultural akan merugikan semua pihak yang bersengketa. Stigma lama bahwa masyarakat Lombok sulit bersatu dan mudah dipecah belah semakin kuat pembenarannya .
Demikianlah ditegaskan Lalu Andi Sumantri, salah satu tokoh masyarakat asal Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah, Jumat (14/9/2018).
Baca: Pemuda NW Setuju dan Bersyukur Nama Bandara Diganti ZAMIA
Mamiq Andi mengaku prihatin dan tidak habis pikir mengapa urusan penggantian nama bandara internasional Lombok diributkan secara terbuka. Padahal dengan perubahan nama tersebut, secara religius dan kultural ada penghormatan kepada ketokohan TGKH Zainuddin Abdul Madjid sekaligus wujud bhakti warga gumi pair menghormati peran kepahlawanan dan perjuangan Maulana Syeikh yang telah melahirkan ribuan kiyai dan ulama di negara ini melalui lembaga pendidikan yang didirikannya sejak sebelum kemerdekaan RI.
“Sebagai ulama tidak ada yang salah dalam pengabadian nama TGKH Zainuddin Abdul Madjid sebagai nama bandara internasional di Nusa Tenggara Barat,” ungkapnya .
Mamiq Andi menambahkan, dirinya merasa kuatir jika polemik ini tidak ditangani secara bijaksana oleh para stakeholder yang terlibat. Segresi sosial ini akan menjadi pintu masuk timbulnya konflik horizontal yang lebih massif di tengah-tengah masyarakat.
“Untuk itu, pemerintah harus segera turun tangan menenangkan situasi meregangnya sosial kemasyarakatan yang sedang menyimpan bara api ini ,” bebernya .
Baca: Nama Bandara Lombok Diganti Menjadi Zainuddin Abdul Madjid
Moderasi Ekskalasi Konflik
Sementara itu tokoh pemuda milineal lintas ummat , Sudirman Harianto melihat kecendrungan meluasnya ekskalasi konflik pro kontra soal isu bandara ditengarai faktor X dibalik isu ini. Hal ini terlihat dari tampilnya sejumlah tokoh elit yang tidak bebas kepentingan dalam menggalang euphoria psykologi massa dengan jargon -jargon perlawanan.
“Moderasi ekskalasi konflik penting dilakukan agar tidak menjadi bola liar yang tidak bisa dikontrol ,” tambahnya sembari mengatakan perluasan konflik isu bandara ini terlokalisir di seputaran kalangan tokoh dan elit yang saling berseberangan sikap dan pendapat .
Baca: Sebut TGB Tolak Bandara, Hizzy Dianggap Berbohong di Depan Umum
“Sementara itu posisi tawar rakyat diduga hanya dijadikan landasan legitimasi. Massa sebagian besar diorganisir secara instan, mereka bergerak bukan atas kesadaran indegenous dalam memahami peta masalahnya ,” paparnya
Menurutnya, dalam konflik ini yang bertempur wacana hanya sebatas elit politik. Proses penyelesaian atau mediasi konfliknya lebih mudah terlokalisir karena tanpa melibatkan kekuatan rakyat dalam arti sesungguhnya.
“Model penyelesaian sangkep mencari titik temu diantara para elit penting dikedepankan secara adil dan transparan untuk mengurai permasalahan dari semua aspek,” pungkasnya.
Istighosah Tolak Nama Bandara, Suhaili Dikatakan Gagal “Move On”
1 Komentar
Benar sekalii mamik
bantahan lahir dari adanya hasrat dengki dalam hati mereka..