Telusuri “Nyanyian” Langkir, Kuasa Hukum akan Ajukan Justice Colaborator
LOMBOKita – Kuasa Hukum Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir, Lalu Anton Hariawan akan mengajukan kliennya sebagai justice collabolator untuk menelusuri aliran dana taktis BLUD RSUD Praya.
Sebelumnya, Langkir menyebutkan sejumlah nama arah kucuran dana yang menyeret dirinya bersama Bendahara dan PPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi BLUD RSUD Praya.
“Kami pegang semua alat bukti dan akan siap bongkar semuanya dengan tujuan agar kasus ini terbuka selebar-lebarnya,” kata Anton kepada wartawan, Jumat (26/8/2022).
Anton menegaskan, kemana saja aliran dana taktis tersebut sudah tertuang dalam buku catatan kliennya. Jumlah dana taktis tersebut berkisar hingga ratusan juta rupiah.
Menurut Anton, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku. Hanya saja, dia merasa heran karena yang ditangani oleh Kejari Loteng berawal dari UTD kantong darah, sementara saat ini kliennya sebagai tersangka kasus dana taktis.
“Tidak ada kaitannya dengan dana UTD dalam penanganan kasus dugaan Korupsi BLUD Praya,” tandas Anton.
Dijelaskan Anton, dana taktis yang menyeret nama Bupati, Wakil Bupati dan oknum pejabat Kejaksaan itu sudah berjalan sebelum Muzakir Langkir sebagai Direktur, termasuk sebelum PPK dan Bendahara yang menjabat saat ini.
“Mereka ini hanya meneruskan apa yang dilakukan oleh direktur, PPK dan Bendahara sebelumnya,” terangnya.
Kata Anton, kalau memang tiga orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka, harusnya pejabat lama juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Mataram Syamsul Hidayat menilai, pengakuan dokter Langkir terkait ada pihak-pihak lain yang menerima aliran dana BLUD RSUD Praya dapat dikategorikan sebagai alat bukti saksi.
Hal itu, katanya, merujuk kepada pengertian saksi dalam pasal 1 angka 26 KUHAP yang merumuskan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan.
Kemudian, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, dia Iihat sendiri dan dia alami sendiri.
“Berdasarkan pengertian saksi tersebut, keterangan Langkir merupakan keterangan dalam posisinya sebagai saksi pelaku,” katanya.
Namun, kata Syamsul, agar keterangan Langkir tersebut memiliki nilai pembuktian harus didukung alat bukti lainnya.
Misalnya, tambahan keterengan saksi lainnya dan alat bukti surat agar memenuhi syarat minimum pembuktian yaitu minimal 2 alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP.
Syamsul menegaskan, untuk pelaku yang ingin memberikan keterangan tentang keterlibatan pihak lain yang memiliki peran dan kekuasannya lebih besar dapat mengajukan diri sebagai Justice Colaborator (JC).
Pengajuan JC untuk mendapatkan keringanan hukuman, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan SEMA No 4 tahun 2011 tentang perlakuan bagi wistle blower dan Justice Colaborator (JC) didalam tindak pidana tertentu.
“Dengan adanya JC akan mempermudah APH dalam mengungkap perkara korupsi karena adanya pengakuan bahwa benar melakukan Tipikor dan dapat menemukan keterlibatan pelaku lainnya,” ujar Syamsul Hidayat.
1 Komentar