Suhaili-Pathul Tolak ZAM, Warga Teriak Salah Pilih Pemimpin
LOMBOKita – Ribuan warga yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Lombok Tengah mendatangi kantor bupati setempat, Kamis (21/11/2019). Ribuan warga yang berkumpul di Lapangan Bundar Praya itu melakukan long march hingga depan Kantor Bupati Lombok Tengah.
Kedatangan ribuan warga Lombok Tengah itu untuk menyuarakan setuju dengan pergantian nama bandara internasional Lombok menjadi Bandara Internasioal Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) seperti yang telah diputuskan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan RI.
Koordinator aksi bela ulama dan Pahlawan Nasional, Himni saat melakukan orasi di depan Kantor Bupati Lombok Tengah menegaskan, sikap Bupati HM Suhaili Fadil Tohir dan Wakil Bupati H. Lalu Pathul Bahri melakukan penolakan pergantian bandara menjadi ZAM hanya “menjual” nama masyarakat di daerah Tatas Tuhu Trasna (Tastura) itu.
“Kami yang hadir saat ini adalah masyarakat Lombok Tengah, sangat setuju dengan pergantian nama bandara menjadi ZAM. Jadi, jangan jual-jual nama kami mengatakan tidak setuju,” teriak Himni di hadapan ribuan massa memadati sepanjang jalan dua lajur depan kantor bupati itu.
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah Suhaili-Pathul yang sebelumnya melakukan cap jempol darah melakukan penolakan pergantian nama bandara, dianggap Himni sebagai tindakan berlebihan yang memperlihatkan ketidakberpihakannya kepada masyarakat, dan hanya mengedepankan kepentingan pribadi.
Pasangan Suhaili-Pathul, menurut Himni, telah gagal melakukan konsolidasi yang baik dengan masyarakat dan seenak perut mengatasnamakan masyarakat Lombok Tengah menolak pergantian nama bandara dengan menyematkan nama Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) sebagai nama bandara.
“Ini menjadi catatan bagi kami masyarakat Lombok Tengah untuk lebih hati-hati lagi memilih pemimpin pada Pilkada tahun 2020 nanti. Biarlah kegagalan kali ini, jangan lagi gagal pada periode yang akan datang,” tandas Hilmi.
Salah seorang tokoh ulama yang ikut dalam aksi damai mendukung pergantian nama bandara Lombok, TGH Adam pada kesempatan itu juga tampil melakukan “mimbar bebas” di hadapan ribuan warga. Dikatakannya, kehadirannya bersama sejumlah tokoh agama dan tokoh agama di tempat itu untuk memberikan penyadaran kepada Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, bahwa sikap penolakannya menolak ZAM sebagai nama bandara sangat tidak beralasan, dan bentuk tidak menghargai jasa pahlawan melawan penjajah di tanah air.
“Sadarlah wahai saudaraku Suhaili, bahwa tindakan saudara itu tidak benar. Apalagi menolak mengatasnamakan masyarakat dan cap jempol darah. Lebih-lebih membiarkan pejabat dan ASN untuk demo dengan menggunakan fasilitas kendaraan plat merah yang notabene kendaraan yang dibeli dari uang rakyat,” ucap TGH Adam.
Secara bergantian sejumlah orator menyampaikan orasi di panggung yang diletakkan diatas kendaraan pick-up tersebut, dan nyaris seluruh orator menyampaikan kekecewaan terhadap sikap Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah yang telah menolak pergantian nama bandara dengan “menjual” atas nama rakyat.
Salah seorang masyarakat lingkar bandara, H Sobirin yang turut dalam aksi tersebut membeberkan kronologi berdirinya bandara Internasional Lombok sampai perubahan nama menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid.
Dikatakannya, masyarakat lingkar bandara terutama warga Desa Slanglet yang paling dekat dengan lokasi bandara menyatakan setuju pergantian nama bandara yang diambil dari nama pahlawan nasional asal pulau Lombok yang juga tokoh ulama itu.
H. Sobirin menyebutkan, sekitar 70 persen lahan bandara merupakan tanah milik warga Slanglet, dan pada aksi tersebut, 90 persen warga Slanglet hadir bersama tokoh agama, pemuda dan ribuan masyarakat menyatakan dukungan setuju pergantian nama bandara Lombok.
“Saya yang menjadi juru bicara masyarakat dalam sengketa tanah sudah bicara sampai Jakarta sejak tahun 1995-2010. Banyak masyarakat malah jadi korban, masuk penjara bahkan kena tembak, karena dikira melawan,” ungkapnya.
“Kalau ada yang ditanya setuju atau tidak atas pergantian nama bandara itu, maka kamilah yang pertama harus ditanya, tapi Bupati dan Wakil Bupati tidak pernah melakukan itu. Terus atas dasar apa mengatakan masyarakat Lombok Tengah menolak,” lantang H. Sobirin.
1 Komentar
Bandara amak udin bae sik paranan