Ranperda Retribusi Jasa Usaha jadi PR 2018
LOMBOKita – Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan atas Perda nomor 6 tahun 2011 terhadap Retribusi Jasa Usaha batal ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Hal itu disebabkan, pada salah satu isi hasil pembahasan pantia khusus I DPRD Lombok Tengah yang disampaikan dalam sidang paripurna dianggap terdapat kekeliruan, yakni pada poin untuk hotel bertaraf bintang tiga dikenakan tarif sebesar Rp 1 juta per malam.
Seketika tangan pimpinan sidang yakni Ketua DPRD H. Ahmad Fuaddi FT terhenti oleh hujan interupsi para peserta sidang paripurna yang juga dihadiri Wakil Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri itu.
Fraksi Gerindra, Muhalip mengajukan interupsi terhadap isi laporan tersebut. “Kami minta pimpinan untuk melakukan kajian terlebih dahulu sebelum Ranperda itu ditetapkan, karena hasil laporan pansus I terdapat ada kekeliruan,” ujar Muhalip.
Persoalan tersebut menjadi perdebatan yang alot di kalangan anggota DPRD, baik anggota DPRD yang masuk dalam Pansus I maupun lainnya.
Bahkan, Fraksi PKS pun angkat bicara, H Ahmad Supli katakan, ini lebih salah lagi ketika Renperda harus mengatur tentang sewa kamar, justru keluar dari aturan.
“Tidak ada kewenangan kita untuk mengatur harga sewa kamar. Kami mohon ini ditinjau kembali. Bahkan kita lebih salah ketika kita akan mengatur retribusi hotel hanya milik Pemda,” katanya.
Fraksi Nurani Perjuangan, Suhaimi pun angkat bicara. Dia juga tidak setuju ketika pansus I mengatur soal sewa kamar hotel, apalagi akan meminta sebesar Rp 1 juta permalam. “Sebaiknya dilakukan kajian lagi,” terangnya.
Pansus I tetap ngotot atas isi hasil pembahasan tersebut. Bahkan, Wakil Ketua Pansus I, H. Lalu Mas’ud meminta kepada pimpinan DPRD untuk membuka kembali laporan yang dibacakan oleh juru bicara pansus I. Karena, ia belum bisa memastikan, apakah isinya yang salah atau juru bicara yang salah membacakan.
“Kalau bisa dibuka kembali hasil laporan tersebut, sehingga kita tahu siapa dan dimana salahnya,” ucapnya.
Sedangkan, anggota Pansus I, Tauhid juga mengatakan, pemahaman kita terhadap persoalan ini adalah Rp 1 juta secara umum, sebab klaster di hotel-hotel berbeda-beda, seperti adanya superior dan lainnya. Artinya, bukan sertamerta satu kamar harganya Rp 1 juta. “Yang kita bahas ini juga adalah milik pemerintah, bukan milik perusahaan atau swasta,” ujarnya.
Tapi, setelah mendengar usulan dari sejumlah anggota DPRD lain, pimpinan sidang akhirnya menanyakan kepada semua anggota DPRD yang hadir, apakah Ranperda tentang perubahan atas Perda nomor 6 tahun 2011 terhadap Retribusi Jasa Usaha dapat disetujui atau tidak. Namun, pada kesempatan itu semua anggota DPRD yang hadir menolak.
“Karena tidak dapat disetujui menjadi Perda, maka saya memberikan perpanjangan waktu kepada Pansus I untuk dibahas kembali. Mengenai waktunya akan ditentukan kembali,” tutup H. Ahmad Fuaddi FT.
Tinggalkan Balasan