Bawaslu Loteng Hadirkan Ulama Sosialisasi Kampung Pengawasan Partisipatif
LOMBOKita – Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar sosialisasi Pembentukan Kampung Pengawasan Paritisipatif di Kota Praya, Jumat (13/12/2019). Sosialisasi itu dihadiri sejumlah komunitas masyarakat, tookoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda.
Dalam sosialisasi ini, Bawaslu menghadirkan tokoh agama (ulama) sebagai narasumber yakni TGH Lalu Abu Sulhi Khairi. Narasumber lain adalah Lalu Fauzan Hadi, SP (Kordiv. Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Baawaslu Lombok Tengah) yang menyampaikan materi tentang Urgensi Kampung Pengawasan Partisipatif untuk Membangun Kesadaran Politik Masyarakat, dan narasumber lain yakni Harun Azwari, MH Kordiv. Penyelesaian Sengketa Bawaslu Lombok Tengah yang menyampaikan materi tentang: Implementasi Nilai-Nilai Budaya Upaya Mewujudkan Pemilu yang Bersih.
TGH Lalu Abu Sulhi Khairi pada kesempatan itu mengungkapkan, pada dasarnya politik itu bersih, dan politik itu ada untuk memenuhi kebutuhan masyarkat, namun yang membuat politik itu menjadi kotor adalah para aktor-aktor politik itu sendiri.
Karena itu, TGH Lalu Abu Sulhi Khairi menghimbau kepada seluruh masyarakat pemilih maupun para politisi di daerah itu untuk menghindari politik uang. Karena itu merupakan pelanggaran yang sangat besar.
“Orang yang menerima uang dari politik uang sama halnya dengan mereka sedang menjual harga dirinya selama pemimpin yang mereka hasilkan dari politik uang itu jadi pemimpin,” tegas TGH Lalu Abu Sulhi Khairi.
Bahkan, lanjut TGH Lalu Abu Sulhi Khairi, politik uang dalam Agama Islam itu jelas hukumnya haram.
Politik Uang bukan sedekah politik, melainkan suap politik. Antara yang menerima suap dan yang memberi suap itu sama-sama hukumnya haram
TGH Lalu Abu Sulhi Khairi menegaskan, jika masyarakat menginginkan pemimpin yang tidak dzalim, maka harus dimulai dari masyarakat itu sendiri sebagai pemilih. “Pemimpin yang dihasilkan dari kecurangan, maka hasilnya juga akan tidak baik untuk masyarkat, seperti pemimpin yang dzalim dan korupsi,” tandas TGH Lalu Abu Sulhi Khairi.
Sementara itu, Kordiv. Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah Lalu Fauzan Hadi , SP menjelaskan, kehadiran pengawasan masyarakat secara masif akan memberi efek baik semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu.
Dengan adanya Kampung Partisipatif ini, kata Lalu Fauzan, bukan hanya peserta pemilu, penyelenggara Pemilu, pemantau dan semua pemangku kepentingan akan berhati-hati bahkan menghidari melakukan pelanggaran.
Menurut Lalu Fauzan, Bawaslu harus hadir dan mendekatkan diri dengan masyarakat, bukan hanya untuk menanamkan pengetahuan mengenai bagaimana mengawal demokrasi, namun juga untuk membangun kesadaran pengawsan partisipatif, yang salah satunya adalah dengan membentuk Kampung Pengawasan Partisipatif yang basisnya adalah Kampung atau Dusun.
Lalu Fauzan Hadi menandaskan, Bawaslu menjadikan Kampung atau Dusun sebagai basis pengawasan partisipatif adalah, mengingat Kampung atau Dusun sebagai institusi grass root atau lapisan masyarakat terbawah yang bersentuhan langsung dengan segala aktifitas dinamika perpolitikan.
“Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah melalui sosialisasi ini bertujuan akan membuat Kampung Pengawasan Partisipatif yang berfungsi sebagai mitra kerja Bawaslu dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta aktif masyarkat untuk mengawasi proses Pemilu terlebih Pilkada Tahun 2020 yang demokratis, jujur, adil dan berintegritas,” urai Lalu Fauzan Hadi.
Dia juga berharap, dengan adanya Kampung Pengawasan di masing-masing kampung, peserta Pemilu atau siapapun yang ingin melakukan kecurangan di kampung akan menjadi segan dan bahkan takut, karena di kampung tersebut ada komunitas yang orang-orangnya sudah paham dan sadar tentang pelanggaran Pemilu.
Pemateri lain, Kordiv. Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Lombok Tengah, Harun Azwari, MH mengungkapkan, budaya Sasak sangat kaya dengan nilai-nilai luhur. Dia menyontohkan kata yang sering didengar dari para pembayun, yakni: Titi, Tate, Tartib, Tabsile.
TITI artinya: Patut, bagus, baik, terpuji. TATE yang berarti: Patuh, rukun, damai, toleransi, saling harga menghargai, kesepakatan ,dan musyawarah. TERTIB berarti: Taat, tunduk, rajin, giat tidak mengenal putus asa. TAPSILE berarti: Mempunyai akhlak yang mulia (akhlaqul karimah Menebarkan kasih sayang, sesuai dengan sifat Allah yang Maha Kasih Sayang serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela untuk bergegas mengerjakan kebajikan sehingga tercapailah ketaqwaan.
“Nilai luhur tersebut jika diimplementasikan dalam konteks Pemilu atau Pilkada, maka Pemilu yang kita jalankan akan menjadi baik, seperti: Kita melaksanakan Pemilu dengan baik, taat pada aturan Pemilu yang berlaku, dan kita akan menjadi saling menghargai serta tidak berbuat curang,” jelasnya.
Harun Azwari mengibaratkan, memilih pemimpin seperti membuat bangunan yang kokoh. “Ketika kita dipercaya sebagai tukang pembangunan jembatan, maka jangan kita ambil bahan-bahannya untuk dijual atau digunakan ditempat yang lain supaya jembatan itu menjadi kokoh dan kuat. Artinya, kalau kita menginginkan pemimpin yang kuat jangan berharap diberikan uang saat mereka mencalonkan diri, supaya nantinya mereka tidak korupsi,” urai Harun Azwari mendetail.
Tinggalkan Balasan