Nepotisme Menjadi Pintu Korupsi

LOMBOKita – Nepotisme adalah tindakan memberikan keuntungan, hak istimewa, atau posisi kepada kerabat atau teman dekat dalam suatu pekerjaan atau bidang tertentu, seperti bisnis, politik, akademisi, hiburan, olahraga, agama, dan lain-lain. Tindakan ini dianggap melawan hukum karena menguntungkan kepentingan keluarga atau kroni di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Contoh nepotisme adalah ketika seorang pejabat mengangkat atau memajukan jabatan seorang saudara/keluarga, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi dan bukan saudara. Praktik nepotisme ini dianggap merugikan orang lain, masyarakat, dan negara, dan diatur sebagai tindak pidana dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU 28/1999. Arti nepotisme juga mencakup tindakan memilih seseorang tanpa berdasar pada kemampuannya, tetapi berdasarkan kedekatan keluarga.

Nepotisme merupakan praktik yang dilarang dan melanggar hukum. UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5 mengenai praktik nepotisme, yang menyatakan bahwa nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Nepotisme di Indonesia mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan merugikan orang lain, masyarakat, dan negara. Praktik ini dapat berkontribusi terhadap terjadinya nepotisme di Indonesia.

Korupsi adalah tindakan penyelewengan kekuasaan oleh jabatan atau pihak berkepentingan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari Bahasa Latin “corruptus” dan “corruption”, yang artinya buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah. Korupsi dapat berbentuk penyuapan, pemerasan, dan semua jenis peniuan.

Menurut Shed Husein Alatas, ciri-ciri korupsi antara lain melibatkan lebih dari satu orang, dilakukan secara rahasia, melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik, mengandung penipuan, dan merupakan pengkhianatan kepercayaan. Korupsi juga dapat merugikan orang lain, masyarakat, dan negara, terutama di negara indonesia sampai sekarang masih banyak sekali kasus- kasus korupsi secara terang- terangan.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, yang meliputi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Nepotisme dan korupsi seringkali berkaitan karena keduanya melibatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Praktik nepotisme dapat menjadi salah satu bentuk korupsi ketika keputusan yang seharusnya didasarkan pada kualifikasi dan kompetensi, malah didasarkan pada hubungan keluarga atau personal.

Oleh karena itu, kedua hal ini sering dianggap sebagai pelanggaran hukum dan dapat merugikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memerangi nepotisme, namun masih banyak kasus nepotisme yang terjadi di Indonesia. nepotisme ini sangat menghambat negara dalam merealisasikan potensi ekonomi dan menyebabkan ketidakadilan yang signifikan di dalam masyarakat Indonesia karena sebagian kecil orang mendapatkan manfaat yang amat besar dari nepotisme.

Nepotisme menciptakan peluang korupsi karena melibatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan keluarga atau kerabat, yang pada gilirannya merugikan orang lain, masyarakat, dan negara. Praktik korupsi merajalela, begitu pun dengan nepotisme, yaitu praktik memberikan akses dan fasilitas istimewa kepada keluarga, teman, dan kerabat. Nepotisme juga dapat menciptakan ketidakadilan, diskriminasi, dan ketidakharmonisan di masyarakat, serta membuat lembaga publik terlihat tidak jujur dan buruk. Praktik ini dapat ditemukan di kantor, pemerintahan, dan bahkan pada binatang yang memiliki sifat sosial. Nepotisme juga dapat mempengaruhi bagaimana suatu negara memaknai praktik tersebut, di mana di negara berkembang, nepotisme dianggap sebagai bagian dari sifat alamiah manusia.

Nepotisme dapat merusak tatanan pemerintahan karena beberapa akibat yang terjadi ketika penyalahgunaan kekuasaan melibatkan keluarga atau kerabat penyelenggara negara tersebut seperti halnya: Merugikan kinerja institusi disebabakan nepotisme dapat menyebabkan karyawan yang lebih layak untuk pekerjaan tertentu di pasang surat karena posisi tersebut diberikan kepada anggota keluarga atau teman penyelenggara negara, pejabat pemerintahan yang menduduki jabatannya karena nepotisme mungkin tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan tersebut yang akan berdampak pada kinerja pemerintahan yang tidak optimal contohnya seorang pejabat pemerintahan yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ekonomi mungkin akan membuat kebijakan ekonomi yang tidak tepat, nepotisme dapat menciptakan peluang bagi pejabat pemerintahan untuk melakukan korupsi contohnya seorang pejabat pemerintahan yang menduduki jabatannya karena nepotisme mungkin akan memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, nepotisme dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang akan berujung pada kerusuhan sosial atau bahkan revolusi.

Oleh sebab itu pemerintah harus menerapkan sistem meritokrasi dalam pengisian jabatan pemerintahan. Sistem meritokrasi adalah sistem yang memberikan kesempatan kepada orang-orang yang memiliki kompetensi terbaik untuk menduduki jabatan pemerintahan, terlepas dari hubungan keluarga atau pertemanan mereka dengan pejabat pemerintah lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini