Gemuruh Laut dan Hujan Disertai Petir Kerap Dikaitkan Sebagai Tanda Kemunculan “Nyale” di Pantai Selatan. Cek Faktanya!

Hasil Tangkapan Nyale (Cacing) / foto: Dokumen LOMBOKita

LOMBOKita – Core event Bau Nyale yang setiap tahun dilaksanakan di kawasan Pantai Kuta Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tahun ini akan digelar pada 29 Februari sampai 1 Maret 2024.

Penentuan tanggal Bau Nyale ini berdasarkan Sangkep Warige (rapat penentuan tanggal) oleh sejumlah tokoh adat dan masyarakat dari empat penjuru mata angin di daerah Tatas Tuhu Trasna (Tastura) itu di Kampung Adat Ende Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah, Minggu (14/1/2024).

Berdasarkan hasil Sangkep Madya (rapat awal para tokoh adat) hingga rapat utama pada Sangep Warige, Bau Nyale jatuh pada tanggal 20 bulan 10, yaitu tanggal 20 bulan roah atau dalam istilahnya adalah Bulan Sya’ban 1445 Hijriah. Tepatnya, pada 29 Februari, masuk 1 Maret 2024.

Selain berdasarkan Sangkep Warige, beberapa fenomena alam kerap dikaitkan dengan pertanda kemunculan Cacing Laut yang oleh masyarakat Suku Sasak dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika itu.

Penelusuran Cek Fakta:
Beberapa fenomena alam yang sering dikaitkan dengan pertanda kemunculan jelmaan Putri Mandalika di kawasan Pantai Selatan (Pantai Seger, Pantai Kuta, Pantai Mawun dan Pantai Selong Belanak) itu antara lain, kemunculan Tengkerek (sejenis serangga yang bersuara nyaring di pepohonan), kemunculan Bunga Kentalun (sejenis tanaman perdu), tumbuhnya rebung bamboo, hujan disertai petir, terlhatnya bintang rowot, bintang tenggale dan bintang pai di langit, serta terdengarnya gemuruh di laut.

Dilansir dari kompas.id, tradisi menangkap nyale di pulau Lombok berlangsung setiap tahun. Belakangan, menjadi salah satu kegiatan dalam kalendar pariwisata NTB lewat Festival Bau (Menangkap) Nyale.

Dosen dan Peneliti Kajian Budaya Universitas Pendidikan Mandalika, Lalu Ari Irawan, mengatakan, mitologi Putri Mandalika dipercaya sebagai kebenaran spiritual yang menjadi keyakinan kolektif masyarakat pengusungnya. Kisahnya diceritakan secara lisan dari generasi ke generasi.

Menurut Ari, Putri Mandalika sebenarnya tidak hanya soal drama, tetapi lebih dari itu. Tradisi Nyale justru menunjukkan bahwa masyarakat Sasak sudah mengenal ilmu astronomi atau mempunyai pengetahuan tentang sistem pembagian waktu, kemampuan membaca fenomena alam yang dijadikan landasan bercocok tanam.

”Masyarakat Sasak melihat, kalau nyale yang ditangkap banyak, mereka berharap hasil panen akan banyak atau baik di musim hujan nanti,” kata Ari.

Sejumlah fenomena alam terjadi sebelum, saat, dan sesudah nyale ditangkap. Ari mencontohkan, sebelum nyale, muncul jamur, juga air pasang di lokasi tertentu. Hujan itu dianggap sebagai hujan penyongsong nyale.

Selanjutnya, proses keluarnya nyale juga selalu diiringi hujan rintik-rintik. Kemudian, setelah nyale ditangkap, kembali turun hujan lagi selama berhari-hari sebagai pengantar nyale.

Kondisi cuaca itu kemudian akan berhenti sebagai tanda masuk musim peralihan antara musim hujan yang di masyarakat Sasak dikenal dengan istilah ketaun dan musim kemarau atau kebalit.

Nyale biasanya keluar dalam periode 24 hari. Bisa dua kali di awal dan akhir musim (musim Bau Nyale), tetapi bisa juga sekali. Adapun Festival Bau Nyale diselenggarakan pada awal musim.

Sementara itu, Budayawan Lombok Tengah, H. Lalu Putria menjelaskan, fenomena alam berupa gemuruh di laut dan hujan disertai petir tujuh hari tujuh malam sebelum pelaksanaan Bau Nyale merupakan tanda akan banyaknya hasil tangkapan Nyale. Namun, kedua tanda alam itu tidak selalu muncul saat acara puncak perayaan Bau Nyale.

“Banyak atau sedikitnya hasil tangkapan nyale juga dipengaruhi kondisi alam di laut,” ucap mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah ini,

Karena itu, H. Lalu Putria menghimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap menjaga kelestarian laut dengan tidak merusak terumbu-terumbu karang maupun biota laut lainnnya.

Kesimpulan:
Berdasarkan penelusuran cek fakta Lombokita.id, fenomena alam terutama hujan deras disertai petir dan suara gemuruh di laut bukan pertanda utama kemunculan Nyale di laut. Namun juga ditentukan oleh faktor cuaca dan kondisi biota laut. Sebab, bisa saja pada acara puncak Bau Nyale tidak terjadi hujan maupun gemuruh laut.

RUJUKAN:

Penetapan Bau Nyale Berdasarkan Titah Putri Mandalika


https://www.postkotantb.com/2024/01/tradisi-bau-nyale-dalam-perspektif.html
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/02/13/bau-nyale-antara-legenda-dan-pengetahuan-astronomi-suku-sasak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini